Sabtu, 07 April 2012

Perizinan dibidang Cukai

Kewajiban Memiliki Izin NPPBKC
        
     Untuk menjalankan kegiatan di bidang cukai baik sebagai pengusaha pabrik, importir, penyalur dan sebagainya maka setiap orang terlebih dahulu wajib memiliki izin dari MenteriKeuangan. Perizinan
terhadap pengusaha barang kena cukai dikeluarkan dalam bentuk Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Kena Cukai (NPPBKC).

Subyek Yang Berkewajiban Memiliki NPPBKC
      
     Berdasarkan aturan Undang-undang Cukai, setiap orang yang akan menjalankan kegiatan sebagai :
a. Pengusaha Pabrik;
b. Pengusaha Tempat Penyimpanan;
c. Importir Barang Kena Cukai;
d. Penyalur;
e. Pengusaha Tempat Penjualan Eceran (TPE),
 
wajib memiliki izin berupa NPPBKC dari Menteri Keuangan. Adanya kewajiban untuk melakukan
registrasi atau izin menjalankan kegiatan di bidang cukai dimaksudkan untuk kepentingan pengawasan terhadap peredaran BKC dan juga pengawasan terhadap penerimaan negara. Kewajiban memiliki NPPBKC terhadap subyek Penyalur dan Pengusaha TPE hanya diwajibkan khusus terhadap BKC berupa etil alkohol dan MMEA. Hal ini dengan pertimbangan bahwa karakteristik BKC tersebut memiliki tingkat kerawanan yang tinggi dalam peredarnnya.

Pemegang Izin NPPBKC
 
Izin NPPBKC sebagai Pengusaha di bidang Cukai diberikan kepada :
1) Orang (baik sebagai pribadi atau badan hukum) yang berkedudukan di Indonesia;
2) Orang (baik sebagai pribadi atau badan hukum) yang secara sah mewakili badan hukum atau orang   pribadi yang berkedudukan di luar Indonesia.
Dalam hal pemegang izin NPPBKC adalah orang pribadi, apabila yang bersangkutan meninggal dunia,
maka izin NPPBKC dapat dipergunakan selama dua belas bulan sejak tanggal meninggalnya yang bersangkutan oleh ahli waris atau yang dikuasakan dan setelah lewat jangka waktu tersebut izin
wajib diperbaharui.

Pengecualian Kewajiban Memiliki NPPBKC

1) Orang yang membuat tembakau iris yang dibuat dari tembakau hasil tanaman di
   Indonesia yang tidak dikemas untuk penjualan eceran atau dikemas untuk penjualan
   eceran dengan bahan pengemas tradisional yang lazim dipergunakan, apabila :
   - Dalam pembuatannya tidak dicampur atau ditambah dengan tembakau yang
     berasal dari luar negeri atau bahan lain yang lazim dipergunakan dalam pembuatan
     hasil tembakau;
  - Pada pengemas atau tembakau irisnya tidak dibubuhi atau dilekati atau
    dicantumkan cap, merek dagang, etiket, atau sejenis dengan itu.
2) Orang yang membuat minuman mengandung etil alkohol yang diperoleh dari hasil
   peragian atau penyulingan, apabila :
   - Dibuat oleh rakyat Indonesia;
   - Pembuatannya dilakukan secara sederhana;
   - Produksi tidak melebihi 25 (dua puluh lima) liter setiap hari;
   - Tidak dikemas dalam kemasan penjualan eceran.
3) Orang yang mengimpor BKC yang mendapat fasilitas pembebasan cukai :
   - Untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu penegetahuan
   - Untuk keperluan perwakilan negara asing beserta para pejabatnya yang bertugas di
     Indonesia berdasarkan asas timbal balik;
   - Untuk keperluan tenaga ahli bangsa asing yang bertugas pada Badan atau
     Organisasi Internasional di Indonesia
   - Yang dibawa oleh penumpang, awak sarana pengangkut, pelintas batas atau
     kiriman dari Luar Negeri, dalam jumlah tertentu;
   - Untuk tujuan sosial.
4) Pengusaha Tempat Penjualan Eceran etil alkohol yang jumlah penjualannya dalam
   sehari maksimal 30 (tiga puluh) liter
5) Pengusaha Tempata Penjualan Eceran MMEA dengan kadar paling tinggi 5% (lima
   persen)

Masa Berlakunya NPPBKC
 
     Masa berlakunya pemberian izin NPPBKC terhadap pengusaha pabrik, pengusaha tempat penyimpanan, atau importir BKC adalah selama yang bersangkutan masih menjalankan kegiatan usahanya.
    Masa berlakunya pemberian izin NPPBKC terhadap Pengusaha Penyalur dan Tempat Penjualan Eceran adalah selama lima tahun, dan setiap kali dapat diperpanjang untuk jangka waktu yang sama. Adapun maksud dari pembatasan jangka waktu hanya selama lima tahun ini didasarkan atas pertimbangan bahwa karakteristik Barang Kena Cukai etil alkohol dan
MMEA tersebut mudah menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan
dan menimbulkan kerawanan sosial, sehingga pengawasan terhadap peredaran dan penggunaannya perlu lebih diperketat.

Pembekuan dan Pencabutan Izin NPPBKC
 
    Yang dimaksud dengan pembekuan izin adalah tidak diperbolehkannya Pengusaha yang memiliki NPPBC untuk melakukan kegiatan usaha di bidang cukai sampai dengan diterbitkannya keputusan pemberlakuan kembali atau pencabutan izin, tanpa mengurangi kewajiban yang harus diselesaikan kepada negara. Izin NPPBKC bagi Pengusaha BKC dapat dibekukan, dalam hal :
1) adanya bukti permulaan yang cukup bahwa pemegang izin NPPBKC melakukan pelanggaran pidana di bidang cukai, antara lain :
- Laporan Kejadian
- Berita Acara Wawancara
- Laporan Hasil Penyelidikan
- Keterangan saksi ahli
- Barang bukti
2) adanya bukti yang cukup sehingga persyaratan perizinan tidak lagi dipenuhi, yaitu :
  - Pemegang izin NPPBKC tidak lagi mewakili kepentingan Badan Hukum
    atau orang pribadi yang berkedudukan di luar Indonesia
  - Persyaratan Fisik lokasi bangunan atau tempat usaha tidak lagi dipenuhi
  - Persyaratan administrasi pemberian izin NPPBKC tidak lagi dipenuhi
  - Adanya kesamaan nama perusahaan dengan nama pabrik, importir,penyalur,
    atau TPE lainnya yang telah mendapatkan NPPBKC
3) pemegang izin berada dalam pengawasan kurator sehubungan
   dengan utangnya.
Pengertian pencabutan izin NPPBKC adalah bahwa Izin kegiatan di bidang Cukai yang dimiliki Pengusaha BKC tidak lagi berlaku baik karena kemauan sendiri ataupun dicabut oleh otoritas yang sah.
 Izin NPPBKC dapat dicabut, dalam hal :
 1) atas permohonan pemegang izin yang bersangkutan ;
 2) tidak dilakukan kegiatan selama satu tahun ;
 3) persyaratan perizinan tidak lagi dipenuhi ;
 4) pemegang izin tidak lagi secara sah mewakili badan hukum atau
     orang pribadi yang berkedudukan di luar Indonesia ;
 5) pemegang izin dinyatakan pailit ;
 6) tidak dipenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ;
 7) pemegang izin dipidana berdasarkan keputusan hakim yang
     telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena melanggar
     ketentuan undang-undang ini ;
 8) pemegang izin melanggar ketentuan Pasal 30 ; atau
 9) Izin berupa Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena
    Cukai dipindahtangankan,dikuasakan, dan/atau dikerjasamakan dengan orang/pihak lain tanpa persetujuan Menteri.
 
      Dalam hal izin NPPBKC dicabut maka terhadap barang kena cukai yang belum dilunasi cukainya yang masih berada di dalam Pabrik atau Tempat Penyimpanan harus dilunasi cukainya dan dikeluarkan dari Pabrik atau Tempat Penyimpanan dalam waktu 30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya surat keputusan pencabutan izin. Dalam hal ketentuan
tersebut tidak dipenuhi, maka barang kena cukai yang bersangkutan dimusnahkan atau diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri Keuangan. Barang kena cukai yang telah dilunasi cukainya dan berada di tempat usaha importir barang kena cukai, penyalur, dan pengusaha tempat penjualan eceran, yang izinnya telah dicabut, harus dipindahkan ke
tempat usaha importir barang kena cukai, penyalur, atau pengusaha tempat penjualan eceran lainnya atau dimusnahkan.

Penomoran NPPBKC 
     Untuk memberikan keseragaman dalam hal identifikasi data pemegang NPPBKC maka penomoran NPPBKC ditetapkan secara standar dengan mengacu kepada ketentuan
Surat Edaran Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor : SE-03/BC/2009.
Adapun sistem penomoran yang harus digunakan dalam pemberian izin NPPBKC adalah sebagai berikut :
1) Sistem Penomoran NPPBKC terdiri dari 10 (sepuluh) digit, dengan rincian :
    - 4 (empat) digit pertama merupakan kode Kantor penerbit NPPBKC .
    - 1 (satu) digit kedua merupakan kode jenis usaha, dengan rincian
         bahwa kode
      angka“1” untuk pabrik ,
      angka “2” untuk importir,
      angka “3” untuk Tempat Penyimpanan,
      angka “4” untuk Tempat Penjualan Eceran, dan
      angka “5” untuk Penyalur.
    - 1 (satu) digit ketiga merupakan kode jenis Barang Kena Cukai,
      dengan rincian bahwa kode
      angka “1” untuk jenis BKC etil alkohol,
      angka “2” untuk jenis BKC MMEA, dan
      angka “3” untuk jenis BKC hasil tembakau.
   - 4 (empat) digit keempat merupakan nomor urut NPPBKC sesuai
     dengan  nomor urut pemberian di masing-masing Kantor Bea dan Cukai
2) Dalam rangka tertib administrasi dan menghindari duplikasi, pemberian nomor urut NPPBKC baru maupun pembaharuan, untuk 4 (empat) digit keempat dimulai dengan angka 1001 (seribu satu) .
 
Contoh Penomoran NPPBKC :
 
Pengusaha Pabrik MMEA PT. “A” (pabrik baru) berada di wilayah pengawasan KPPBC Tipe Madya Cukai Malang mengajukan permohonan NPPBKC. Setelah dilakukan proses penelitian administratif dan pemeriksaan lokasi sesuai ketentuan yang berlaku, kedapatan Pabrik MMEA PT. “A” telah memenuhi persyaratan dan layak diberikan NPPBKC. Maka terhadap Pabrik MMEA PT. “A” diberikan NPPBKC dengan nomor 0706.1.2. 1001 , artinya bahwa :
- Angka 0706 adalah kode Kantor Penerbit NPPBKC untuk KPPBC Tipe Madya
Cukai Malang
- Angka 1 adalah kode untuk pabrik Barang Kena Cukai
- Angka 2 adalah kode untuk MMEA
- Angka 1001 adalah nomor urut yang diberikan untuk pabrik MMEA PT “A”
(urutan ke-1 atas NPPBKC yang diterbitkan oleh KPPBC Tipe Madya Cukai
Malang)

Tatacara Pengajuan Izin NPPBKC

1) Proses pengajuan izin NPPBKC secara umum dilaksanakan dalam dua tahapan.Tahapan pertama adalah permohonan pemeriksaan lokasi, yaitu permintaan untuk dilakukannya pemeriksaan lokasi atas bangunan atau tempat usaha yang akan dijadikan lokasi kegiatan di bidang cukai.
2) Permohonan pemeriksaan lokasi atas bangunan atau tempat usaha minimal  harus dilampiri dengan :
- Salinan atau fotocopi izin usaha;
- Gambar denah lokasi bangunan atau tempat usaha;
- Salinan atau fotocopi izin mendirikan bangunan (IMB);
- Salinan atau fotocopi izin berdasarkan Undang-undang Mengenai Gangguan
3) Atas permohonan yang diajukan tersebut, Kantor Pelayanan Bea dan Cukai akan melakukan wawancara terhadap pemohon. Tujuan wawancara adalah untuk memeriksa kebenaran data pemohon selaku penanggung jawab dan juga kebenaran mengenai data-data yang dilampirkan. Hasil wawancara akan
dituangkan dalam suatu Berita Acara Wawancara.
4) Langkah selanjutnya adalah melakukan pemeriksaan lokasi terhadap bangunan atau tempat usaha yang dimintakan izin NPPBKC. Proses pemeriksaan lokasi ini harus dilaksanakan paling lambat dalam jangka waktu 30 hari sejak permohonan diterima.Hasil pemeriksaan lokasi akan dituangkan dalam suatu berita acara pemeriksaan lokasi (BAP) yang ditandatangani oleh Pemeriksa dan Pengusaha yang bersangkutan.
5) Berita Acara Pemeriksaan Lokasi dan Gambar Denah lokasi harus memuat secara rinci :
- persil, bangunan, ruangan, tempat dan pekarangan yang termasuk bagian dari bangunan atau tempat usaha yang dimohonkan izin NPPBKC ;
- batas-batas bangunan atau tempat usaha yang dimohonkan izin NPPBKC;
- luas bangunan atau Tempat Usaha yang dimohonkan izin NPPBKC.
6) Berita Acara Pemeriksaan Lokasi yang menyatakan Lokasi yang bersangkutan Layak untuk diberikan izin NPPBKC , digunakan sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh NPPBKC . Berita Acara tersebut hanya dapat digunakan dalam jangka waktu paling lambat tiga bulan sejak tanggal BAP ditandatangani.
7) Tahapan Kedua dalam alur proses pemberian izin NPPBKC adalah  pengajuan permohonan izin NPPBKC dalam suatu format permohonan standar (PMCK.6)dengan disertai lampiran perizinan dari instansi terkait dan data identitas diri pemohon. Lampiran persyaratan izin dari instansi terkait untuk masing-masing jenis kegiatan di bidang cukai tidaklah sama. Khusus untuk persyaratan izin terhadap kegiatan dibidang cukai MMEA dan Etil Alkohol agak lebih ketat dibandingkan dengan persyaratan izin untuk kegiatan cukai hasil tembakau.
8) Kepala Kantor atas nama Menteri Keuangan harus memutuskan disetujui atau ditolaknya permohonan PMCK.6 dalam jangka waktu 30 hari sejak permohonan diterima secara lengkap.
9) Dalam hal permohonan disetujui maka akan diterbitkan Keputusan Pemberian NPPBKC, namun bila permohonan ditolak maka diterbitkan surat penolakan yang memberikan penjelasan mengenai alasan penolakan.
10) Salah satu dasar pertimbangan penolakan oleh Kepala Kantor adalah apabila nama pabrik, tempat penyimpanan, importir,penyalur atau TPE yang diajukan memiiliki kesamaan nama,baik tulisan maupun pengucapannya dengan nama subyek cukai sejenis lainnya yang telah mendapatkan NPPBKC lebih dahulu.













Sumber:
Republik Indonesia,Undang-Undang No.39 Tahun 2007 tentang Cukai
Surono.2010.Teknis Cukai.Jakarta:Pusdiklat Bea dan Cukai.

 
Design by M.Zulhunain Fahmi | Add Me Facebook - Twitter | Follow Me